dilema seorang pejuang, masih adakah idealisme itu?

Sudah lama sekali rasanya, aku tidak menulis catatan ataupun sebuah keluh kesah hati seperti ini.. mungkin sudah hampir setahun lamanya, entah kenapa tanganku selalu kaku, untuk menulis kejadian kejadian di sekitarku akhir-akhir ini… 

Sampai akhirnya ada suatu peristiwa yang mau tak mau ku alami, sebuah kejadian yang sering dianggap biasa oleh bebrapa orang yang sering melakukannya, mereka bernama aktivis, pejuang, organisatoris atau apapun itu.. aku tak peduli pada penyebutannya, mereka adalah orang-orang sibuk dilingkungannya masing-masing, ciri-cirinya sederhana, kita akan sering melihatnya keluar-masuk ruang dekan, atau KAprodi dengan membawa sejumlah berkas ditangannya yakni proposal, entah utk kegiatan apapun itu.. ehm sebenarnya aku benar-benar respect pada mereka, mereka benar-benar pejuang dalam melaksanakan berbagai event dilingkungan mahasiswa walaupun tanpa digaji dan malah rela meluangkan banyak waktu dan kuliahya untuk sesuatu yang diperjuangkan itu. 

Namun akhir-akhir ini aku benar-benar dibuat kecewa pada sosok yang satu ini, mereka ada disekitarku, kakak tingkat, teman sendiri dan bahkan adik tingkat. Sebelum aku memulai akan aku jelaskan dulu posisi ku disini, aku seorang mahasiswa biasa, pernah bercita-cita menjadi aktivis yang super keren, mahasiswa yang tak cukup layak disebut aktivis, mungkin klo “semi aktivis” bisa, ataupun “semi pejuang” kenapa ku sebut begitu? Karena aku tak benar-benar bisa membagi porsi yang sama antara akademik dan organisasi, selalu porsi akademik yang lebih besar, aku masih takut pada beberapa hal, masih harus diperintah dan tidak punya inisiatif sendiri untuk bergerak.. dan sebelumnya aku tegaskan, aku bukanlah orang “suci” yang tak pernah berbuat lalai, aku bahkan masih seperti mahasiswa lain yang dalam urusan akademik, nilailah yang menjadi orientasi, bahkan dengan cara cara yang aku anggap disini kalian sudah mengerti.. tapi jujur dalam hal ini aku sadar untuk selalu belajar dan aku yakin apa yang aku pelajari tersebut, ( walupun mgkin gak keluar waktu ujian) pasti kelak kan berguna, oleh karena itu, disamping belajar aku juga mempersiapkan hal hal lain disaat ujian, termasuk menyusun formasi tempat duduk, orang bilang sih itu tandanya gak PeDe, tapi begitulah aku (panjang amat yak… ^,^) 

Sampai pada saat aku menulis ini, aku masih seorang “semi pejuang” di lingkunganku, walaupun kayaknya gak terlalu berlaku akhir-akhir ini, karena memang aktivitas keterlibatanku dalam berbagai kegiatan dan event mulai berkurang. Ada alasannya sih, tapi gak akan aku jelas kan disini. Yuk kita mulai masuk ke inti dari tulisan ku ini, sudah siap? Kemarin, tepatnya pertengahan November 2013 aku di beritahu bahwa BEM atau lebih tepatnya kami, berencana menyelenggarakan dua event sekaligus yakni bakti sosial dan seminar yang deadline proposal dan penyelenggarannya ini harus dilaksanakan dalam bulan ini juga. Alasanya satu “ sayang loh, dana di fakultas gak di cairin, sedangkan ini mau akhir tutup buku…” jadi lebih tepatny kami diberitahu oleh pihak rektorat dan dekanat bahwa ada dana di fakultas yang belum terpakai, jadi lebih baik jika kita gunakankan untuk kegiatan mahasiswa yang dalam hal ini dihandle oleh anak BEM.. paham ya sampai sini.. 

Begitu diberitahu begitu, maka aku yang dalam hal ini adalah kepala department pengabdian masyarakat, ditunjuk untuk membuat proposal kegiatan baksos di suatu desa. Aku menyambut positif ide ini, kapanlagi kan kita sebagai mahasiswa bisa mengasah skil kita dan bisa berhadapan langsung dengan masyarakat.. ehmmmm, bla-bla-bala, walaupun lusa ada ujian dan bahannya banyak banget, aku usahain untuk bisa mengerjakan proposal tersebut dan akhirnya bisa kelar deh. Baru setelah itu aku diberitahu bahwa ada yang mau ngerjain tu proposal, eeh lagi-lagi begini.. dan lagi lagi aku legowo sambil bilang “barusan aku sdah slasai buatya lho..” prinsifku satu, kalau ada orang yang mau menghandle tugasku, monggo.. mungkin mereka memang haus tugas.. aku lebih dari ikhlas kok. 

Dan hari ini aku baru menyadari, bahwa hal ini (mengajukan proposal dan memanipulasi data kegiatan) tak seharusnya. Ini sama saja mengamini dan merencanakan kepura-puraan yang luar biasa. Kepura-puraan yang disadari. Kepura-puraan yang berbalut kegiatan sosial. Aku memang bukan orang suci, tapi aku tahu hal ini tidaklah sesuai dengan jalan Nya. Sudah terlalu keluar jalur, aku sadar mungkin selama ini aku pernah berbuat begitu, tapi untuk yang satu ini ternyata aku disadarkan. Aku lebih paham bahwa beginilah sistem yang ada di negeriku tercinta, atasan-dan bawahan saling bermain mata. Sebenarnya tidaklah seburuk yang terlihat, dibalik itu ada niat mulia dari para aktivis dan pejuang ini untuk mencari yang namanya tabungan masa depan utk organisasinya ( selama ini kalau mengadakan kegiatan memang slalu kurang dana, bahkan kalau mau nunggu dana dari pihak kampus gak akan bisa diharapkan, oleh karena itu kesempatan ini dianggap benar-benar menguntungkan..), tapi bisakah cara ini dibenarkan? Dengan mengatasanamakan “sayang kalau gak di ajukan..” kita berusaha memanipulasi data dengan berbagai kwintasi kosong, mengarang-ngarag rincian kegiatan hanya untuk mendapat sejumlah dana yang katanya sayang kalau nggak di ajukan. Terus selisih dana yang dipakai dilapangan yang sebenarny, dengan dana cair yang kita ajukan, dikemanakan? Sekali lagi aku bertanya, apakah bisa dibenarkan? Dengan niat yang baik kita membohongi diri sendiri, membohongi Allah, “tidak semua niat yang baik akan dilaksanakan dengan cara yang baik. “ 

bagai sperti bom waktu, tinggal menunggu waktu saja aku meledak, Aku tahu aku sudah tak seharusnya disini, ini sudah tidak sesuai dengan jalanmu kan Ya Allah ? maka bukakanlah jalan yang lebar utk ku bisa lari dari segala sudut, untukku bisa terhindar dari kepura-puraan berbagi ini.. Akhirnya aku slalu memohon dan meminta Allah slalu memberikan jalan yang lurus pada hamba-hambanya. Aamiin wallauallam bisowab..


EmoticonEmoticon