PENERAPAN
KOLABORASI PENDIDIKAN DAN PRAKTEK ANTAR PROFESI KESEHATAN
( oleh Yesica Tria Enggriani, mahasisiwa IK semester
3 universitas Sriwijaya)
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Di era globalisasi ini, pelayanan kesehatan telah
mengalami perubahan besar di seluruh dunia karena adanya ledakan pengetahuan,
global, kemajuan teknologi, perubahan ekonomi dan perpindahan penduduk.
Perubahan tajam dalam pelayanan kesehatan mendesak terjadinya perubahan tajam
dalam sistem pendidikan ilmu kesehatan.tuntutan akan praktek berbasisi bukti
dan hasil yang diarahkan oleh data dan disiplin ilmu masing-masing tenaga
kesehatan mengharuskan tenaga kesehatan untuk aktif dalam pemikiran kritis dan
penalaran klinis serta penjalinan kolaborasi
yang erat antar tenaga kesehatan sesuai dengan disiplin ilmu
masing-masing demi terwujudnya suatu pelayanan kesehatan yang ideal bagi klien.
(Rideout : 308)
Dalam Jurnal Student Participation in the HPEQ disebutkan bahwa Saat ini, kualitas pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan
semakin menjadi sorotan. Wachter, dalam analisisnya tentang kemajuan pelayanan
kesehatan setelah publikasi laporan IOM menyebutkan, di masa yang lalu, ketika
pelayanan kesehatan sepenuhnya tergantung pada kepandaian dokter, empati
perawat, dan prosedur operasi maupun obat-obatan sederhana, keamanan pasien
belum menjadi sepenting saat ini, yaitu ketika perkembangan teknologi kesehatan
semakin menuntut tim dengan kekhususan lebih untuk memberikan pelayanan.
Jadi memang sudah seharusnya jika sinkronisasi antara
ilmu dan praktek dalam profesi kesehatan menjadi suatu topik yang masih terus
dikaji, karena hasil dari teori yang didapat selama perkuliahan dapat terlihat
dari penarapan teori itu dalam kehidupan nyata . Berhasil tidaknya suatu
sistem dapat terlihat dari keberhasilan dalam menerapkan suatu teori ke dalam
kehidupan nyata yang artinya adalah saat tenaga kesehatan berhadapan langsung
dengan klien, inilah yang disebut penerapan langsung di kehidupan nyata. Banyak
hal berbeda-beda dari setiap klien yang dihadapi, intervensi dan tindakanpun tidaklah selalu bisa sesuai
dengan teori yang telah diajarkan sebelumya. Inilah salah satu tantangan bagi
profesi kesehatan dalam meningkatkan pelayanan yang ideal bagi klien.
Untuk itulah dibutuhkan suatu usaha pembekalan
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku dari tenaga kesehatan untuk dapat
menjawab tuntutan masyarakat. IOM menyatakan bahwa pendidikan ilmu kesehatan
adalah jembatan menuju pelayanan kesehatan yang berkualitas. Proses pendidikan
ilmu kesehatan yang berkualitas akan menjamin pelayanan kesehatan yang
berkualitas pula. Sehingga kolaborasi pendidikan dan
praktek antar profesi kesehatan harus menjadi fokus utama untuk mewujudkan
pelayanan kesehatan yang berkualitas bagi masyarakat.
1.2
Rumusan Masalah
Bagaimana penerapan kolaborasi pendidikan dan
praktek antar profesi kesehatan selama ini?
1.3
Tujuan
Untuk mengetahui dan
memberi pemahaman bahwa dalam memberikan suatu pelayanan kesehatan, kolaborasi
pendidikan dan praktek antar profesi keperawatanh itu harus diterapkan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Penerapan Kolaborasi Pendidikan dan Praktek antar Profesi Kesehatan
Dalam era globalisasi
ini, tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang berkualitas menyadarkan
profesi kesehatan untuk segera berbenah mulai dari perbaikan sistem pendidikan
dan praktik hingga penjalinan kolaborasi yang erat antar profesi kesehatan. berkenaan
dengan perbaikan sisiem penddikan ilmu kesehatan, sinkronisasi antar teori dan praktik
merupakan salah satu yang menjadi fokus utama. hal ini terbilang wajar karena
tenaga kesehatan sudah diakui sebagai tenaga profesional dan bukan lagi tenaga vokasional.
Ini berarti tenaga kesehatan bukan hanya
pekerja yang mempunyai keterampilan tertentu namun juga menguasai teori yang
berkaitan dengan disiplin ilmu nya masing-masing.
Telah disepakati
sebelumya bahwa sebagai tenaga
profesional, profesi kesehatan memerlukan sinkronisasi antara ilmu dan teori
yang didapat dengan praktek yang lagsung berhadapan langsung dengan klien.
Berkenaan dengan hal ini, mahasiswa ilmu kesehatan memerlukan suatu model baru
pendidikan kesehatan yang mengembangkan pengetahuan, ketermpilan dan kemampuan
untuk menjadi seorang pemikir kritispembuat keputusan yang mandiri , menjadi
anggota tim yang efektif dan penggunaan teknologi informasi yang kompeten.
Namun hal yang lebih penting adalah bahwa mereka harus menyadari praktisi yang
reflektif sehingga bisa mengidentifikasi kelebihan diri dan mengambil tindakan
atas kekurangan yang ada. (Rideout dan carpio: 2001: 23).
Berkenaan dengan hal di
atas, suatu model pendidikan yang baru ditawarkan demi tercapainnya suatu
bentuk pelayanan kesehatan yang berkualitas yakni model pembelajaran berbasis
masalah ( problem based learning, PBL).pada awalnya PBL dikembangkan sebagai
metode alternatif untuk pendidikan dokter (Barrows and tamblyn, 1980 dalam
rideout :2001) namun akhir-akhir ini, PBL muncul sebagai pendekatan yang paling
menjanjikan untuk dikuasai. dalam pelaksanaanya PBL memiliki kecenderungan
menghindari metode tradisonal yang lebih menekankan materi untuk diingat, dan
alih-alih mengembangkan pembelajaran untuk mendapatkan kemampuan, pendekatan
tradisional justru dailakukan untuk emndapatkan pengetahuan.
Hal selanjutnya yang
membuat metode PBL menjadi suatu
pendekatan yang menjanjikan untuk dikuasai yakni sifat dari metode ini yang
berpusat pada peserta didik, yang menekankan pada pembelajaran mandiri.
Mahasisiwa dihadapkan pada masalah yang memuat sejumlah isu dan konsep dan
mereka diberikan wewenang dan tanggung jawab terhadap pilihan mereka akan isu
yang ingin dipelajari... sehingga peserta didik daoat memenuhi kebutuhan seumur
hidup untyk beradaptasi dalam pengetahuan, tantangan dan masalah kontemporer
yang akan mereka hadapi di masa mendatang (Glasgow: 1997 dalam rideout: 2001).
Hal berikutnya yakni PBL telah disesuaikan untuk penggunaan dalam kelompok yang
dihadiri oleh peserta didik dan staf pengajar untuk mengkaji masalah yang
disajikan. Sifat tatap muka dalam prosese tersebut mendorong peserta didik
untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan untuk bekerja sama dalam
kelompok.
Jadi singkatnya, metode
untuk menerapkan kolaborasi pendidikan dan praktek antar profesi kesehatan yang
paling menjanjikan untuk dikuasai adalah pendekatan PBL, dengan karakteristik
esensial yang disebutkan dalam (Rideout : 2001 hlm 24 ) antara lain :
·
Suatu kurikulum yang disusun berdasarkan
masalah yang relevan dengan hasil akhir pembelajaran yang diharapkan, bukan
berdasarkan pada topik atau bidang ilmu saja.
·
Kondisi yang memfasilitasi kelompok
kerja, pembelajaran mandiri, pengetahuan fungsional, pemikiran kritis,
pembelajaran seumur hidup, dan evolusi diri.
Selain sinkronisasi antara
teori dan praktek seperti yang telah dibahas sebelumnya, kolaborasi dalam suatu
tim ( antar profesi kesehatan) juga menjadi suatu fokus utama dalam mewujudkan
pelayanan kesehatan yang berkualitas. Kerjasama tim yang baik dan erat tentu
saja akan menghasilkan suatu pelayanan kesehatan yang berkualitas sesuai dengan
harapan klien.
Dalam
Waluya, Ahmad Nandang.2011.Trend Dan
Issue Keperawatan Pelaksanaan Kolaborasi Perawat – Dokter (http://www.fik.ui.ac.id/pkko/files/kolaborasi%20perawat
%20dan%20dokter.doc) diakses pada 8 Agusutus 2012
dijelaskan bahwa :
Kolaborasi merupakan
istilah umum yang sering digunakan untuk menggambarkan suatu hubungan kerja
sama yang dilakukan pihak tertentu. Sekian banyak pengertian dikemukakan dengan
sudut pandang beragam namun didasari prinsip yang sama yaitu mengenai
kebersamaan, kerja sama, berbagi tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung
gugat. Namun demikian kolaborasi sulit didefinisikan untuk menggambarkan apa yang sebenarnya yang menjadi esensi dari
kegiatan ini. Seperti yang dikemukakan National Joint Practice Commision (1977)
yang dikutip Siegler dan Whitney (2000) bahwa tidak ada definisi yang mampu
menjelaskan sekian ragam variasi dan kompleknya kolaborasi dalam kontek
perawatan kesehatan.
Berdasarkan kamus
Heritage Amerika (2000), kolaborasi adalah bekerja bersama khususnya dalam
usaha penggambungkan pemikiran. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukanan oleh
Gray (1989) menggambarkan bahwa kolaborasi sebagai suatu proses berfikir dimana
pihak yang terklibat memandang aspek-aspek perbedaan dari suatu masalah serta
menemukan solusi dari perbedaan tersebut dan keterbatasan padangan mereka
terhadap apa yang dapat dilakukan.
Apapun bentuk dan
tempatnya, kolaborasi meliputi suatu pertukaran pandangan atau ide yang
memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator. Efektifitas hubungan
kolaborasi profesional membutuhkan mutual respek baik setuju atau
ketidaksetujuan yang dicapai dalam interaksi tersebut. Partnership kolaborasi
merupakan usaha yang baik sebab mereka menghasilkan outcome yang lebih baik
bagi pasien dalam mecapai upaya
penyembuhan dan memperbaiki kualitas hidup.
Kolaborasi merupakan
proses komplek yang membutuhkan sharing pengetahuan yang direncanakan dan menjadi tanggung jawab bersama untuk
merawat pasien. Bekerja bersama dalam kesetaraan adalah esensi dasar dari
kolaborasi yang kita gunakan untuk menggambarkan hubungan perawat dan
dokter. Tentunya ada konsekweksi di
balik issue kesetaraan yang dimaksud. Kesetaraan kemungkinan dapat
terwujud jika individu yang terlibat
merasa dihargai serta terlibat
secara fisik dan intelektual saat memberikan bantuan kepada pasien.
Pertanyaannya apakah kolaborasi antar profesi kesehatan telah terjadi
dengan semestinya?
Jika melihat dari
kenyataan yang ada,Selama ini proses perawatan pasien baik di Rumah Sakit
maupun di layanan praktek kedokteran yang lain cenderung intruksional antara
dokter dengan perawat, farmasis dan ahli gizi. Kecenderungan ini lebih banyak
dipengaruhi oleh masih belum adanya kolaborasi interdisipliner sejak masih di
lingkungan akademis. Dalam rangka meningkatkan kepuasan pasien (patient satisfation)
baik di rumah sakit maupun di tempat praktek perlu dibudayakan sebuah team work
antar disiplin ilmu dengan mendedepankan tujuan bersama yaitu menurunnya
morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian). Setiap anggota
tim memiliki kewenangan intervensi yang berbeda-beda sesuai skill dan
kompetensi dalam mengelola sakit pada pasiennya. (http://www.fk.umy.ac.id/?p=2321).
Dalam rangka mewujudkan budaya kolaborasi tersebut maka hendaknya kurikulum
kolaboratif dirancang
sungguh-sungguh sejak masih di tahap sarjana.
Akhirnya dari penerapan
kolaborasi pendidikan dan praktek antar profesi kesehatan ini, diharapkan
pelayanan yang berkualitas yang sesuai denga harapan klien dapat benar-benar terwujud.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Untuk mencapai pelayanan kesehatan yang efektif dan berkualitas maka profesi kesehatan harus berkolaborasi satu dengan yang lainnya.
Tidak ada kelompok yang dapat menyatakan lebih berkuasa diatas yang lainnya. Masing-masing
profesi memiliki kompetensi profesional yang berbeda sehingga ketika
digabungkan dapat menjadi kekuatan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
dalam rangka mewujudkan budaya kolaborasi tersebut maka perlu dirancang
sungguh-sungguh kurikulum kolaboratif sejak masih di tahap sarjana.
Sehingga pelayanan yang berkualitas dan efektif dapat benar-benar terwujud.
3.2
Saran
Kurikulum kolaboratif
antar profesi kesehatan harus segera diterapkan sejak masih di tahap sarjana.
Metode PBL misalnya, dapat menjadi alternatif pendekatan yang paling
menjanjikan demi terwujudnya kolaborasi ynag diharapkan.
Refrensi
Rideout, Elizabet.2001.Transforming Nursing Education Through
Problem-Based Learning. Oleh Novieastari, Enie, dkk.Pendidikan Keperawatan Berdasarkan Problem Based Learning.2001. Jakarta:EGC
Waluya, Ahmad Nandang.2011.Trend Dan Issue Keperawatan Pelaksanaan
Kolaborasi Perawat – Dokter, (online) (http://www.fik.ui.
ac.id/pkko/files/kolaborasi%20perawat %20dan%20dokter.doc) diakses pada 8
Agusutus 2012)
Noname.2011.
Meningkatkan
“Patient Safety” melalui Kolaborasi antar Profesi Kesehatan. (online), (http://www.fk.umy.
nac.id/?p=2321, diakses pada 17agustus 2012)
Sumber
lain : File dari pendpel
EmoticonEmoticon