REVOLUSI
MAHASISWA KEPERAWATAN UNTUK KEMAJUAN PROFESI DAN NEGERI
(oleh
Yesica Tria Enggriani, mahasisiwa IK semester 3 Universitas Sriwijaya)
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mahasiaswa
mempunyai peranan penting sebagai pembuat semua perubahan di masyarakat.
Mahasiswa merupakan motor penggerak perubahan dari suatu sistem yang ada.
Mahasiswa dianggap sebagai pemegang posisi strategis untuk bergerak dan
mengkontrol semua perubahan kebijakan-kebijakan dengan bermodalkan skill,
etika, kritis dalam berpikir dan intelektual
yang tinggi. Mahasiswa juga merupakan agen of change masa depan .Dengan
visinya dalam koridor moral intelektual, mahasiswa punya peran untuk membawa
perubahan bagi bangsa kearah yang lebih baik. Mahasiswa siap menjadi apa saja
untuk memperjuangkan suatu tatanan kehidupan yang ideal. Tekad yang kuat dalam
menghadapi tantangan masa depan dan kemampuan melihat sisi kehidupan secara
holistik menjadi stimulus mahasiswa untuk terus berjuang bangkit dari
keterpurukan.
Jika menilik
dari sejarah bangsa Indonesia, tak berlebihan jika istilah “pemuda
adalah tulang punggung bangsa” selalu jadi pedoman. Di Era sebelum kemerdekaan
misalnya, pemuda merupakn sentral dari pergerakan untuk mewujudkan kemerdekaan
bangsa ini. Sumpah Pemuda pada tahun 1928 adalah
salah satu bukti nyata pergerakan pemuda saat itu.. dewasa ini istilah pemuda tersebut mengalami
spesialisasi dengan sebutan mahasiswa, sosok yang memiliki kadar intelektual tinggi.
Hal ini sah-sah saja karena untuk mengadakan perubahan bangsa tidak cukup
dengan semangat ‘muda’ dituntut juga intelektual yang mumpuni dan yang
menjadikan nilai lebih mahasiswa adalah gerakan mereka relatif bebas dari
berbagai intrik politik. Sebut saja kedudukan, jabatan dan bahkan kekayaan (Yudha Utama, Febri. 2009. “ pergerakan mahasiswa
keperawatan. http://ikhwan554.blogspot.com
/2010/03/pergerakan-mahasiswa-keperawatan.html. diakses 9 agustus 2012).
Namun
kini sebuah ironi tengah kita hadapi, mahasiswa seakan lupa akan tanggung
jawabnya sebagai tumpuan harapan bangsa , kejayaan di masa lalu nampaknya
tinggal cerita belaka. Mahasiswa seolah kehilangan arah pergerakannya. Jika
terus menerus seperti ini, mau dibawa kemana bangsa ini? Oleh karena itu, sudah
selayaknya kita sebagai seorang mahasiswa dan sebagai tulang punggung bangsa
untuk segera melakukan sebuah revolusi. Bangsa ini memang telah sangat
membutuhkan sebuah revolusi yang cerdas. Revolusi untuk membawa bangsa ini ke
arah yang lebih baik. Dalam hal ini andil mahasiswa sangat penting sebagai agen
of change masa depan, dan sebagai Social control karena dengan posisi
netralitasnya serta nilai yang dianutnya, mahasiswa mampu menerobos benteng
elit trias pemerintahan dalam mengkritisi kebijakan-ebijakan yang tidak memihak
kepada kepentingan rakyat.
Revolusi
ini tentu saja meliputi semua element mahasiswa di seluruh indonesia termasuk
mahasiswa keperawatan. Dalam hal ini, memang sudah seharusnya mahasiswa
keperawatan melakukan revolusi terutama hal yang berkaitan dengan kemajuan
profesi . Peran dan kesatuan mahasiswa keperawatan diseluruh indonesia juga
sangat dibutuhkan demi terwujudnya sebuah revolusi yang berdamapak pada
kemajuan profesi ini di masa depan. Kemajuan profesi ini juga diharapkan bisa
memberikan sumbangsih yang besar akan kemajuan pelayanan kesehatan yang
berdampak langsung pada meningkatnya derajat kesehatan masyarakat Indonesia.
Oleh karena itu, kalau bukan kita sebagai mahasiswa keperawatan yang peduli
akan hal ini, siapa lagi?
1.2 Rumusan Masalah
Apa peran mahasiswa
keperawatan dalam mewujudkan revolisi bagi kemajuan profesi dan negeri?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui peran
dan kontribusi mahasiswa keperawatana dalam terwujudnya revolusi demi kemajuan
profesi dan negeri.
1.4 Manfaat
Manfaat dari
penyususnan makalah ini yakni mahasiswa keperawatan dengan perananya sebagai
iron shock, agen of change dan social control diharapakan berperan nyata dalam
revolusi dunia keperawatan untuk kemajuan profesi dan negeri.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Revolusi mahasisiwa Keperawatan untuk kemajuan profesi dan negeri
Seiring masuknya pendidikan keperawatan Universitas ke dekade
pertama abad yang baru ini, pendidik dan institusi perawat harus dapat mengkaji
secara kritis peran mereka dalam mempersiapkan calon perawat dalam menghadapi
suatu lingkungan perawatan kesehatan yang dipengaruhi serangkaian persoalan
teknologi, demografi, intelektual, moral dan persoalan ekonomi. Dalam melakukan
hal tersebut, selain institusi dan para pendidik, mahasiswa keperawatanpun
memiliki kesempatan yang sama dan bahkan kewajiban moral atas pertanyaan yang
terkandung dalam persoalan yang tertuju bagi pasien, komunitas, profesi,
sekaligus bagi kehidupan pribadi mereka. (Rudeout :1)
Berkenaan dengan hal di atas sudah selayaknya kita sebagi
mahasisiwa keperawatan melakukan revolusi untuk kemajuan profesi dan negeri
kita tercinta ini. Kendati demikian, revolusi mahasisiwa keperawatan ini tidak
akan bisa terwujud jika kita sebagai mahasisiwa tidak menelaah terlebih
tantangan apa yang akan dihadapi bidang keperawatan abad 21 ini.
Banyak
tantangan yang akan dihadapi bidang keperawatan sebagai profesi memasuki abad
21. Beberapa dari itu masih belum diketahui. Oleh karena itu mahasisiwa yang
merupakan agen of change harus mulai bergerak demi terwujudnya revolusi untuk
kemajuan profesi dan negeri ini.
Dalam
Hasil lokakarya Nasional Mahasiswa Keperawatan Depok, 12-13 Mei 2007 yang diakses dari (Yudha Utama, Febri. 2009. “ pergerakan mahasiswa
keperawatan. http://ikhwan554.blogspot.com
/2010/03/pergerakan-mahasiswa-keperawatan.html. diakses 9 agustus 2012), dicapai
kesepakatan :
Pergerakan
mahasiswa keperawatan adalah gerakan moral dan intelektual.Orientasi gerakan
ini adalah perbaikan segala aspek pendidikan keperawatan dengan upaya
yang tersistem dan berkesinambungan dengan pola yang dipakai meliputi input,
proses, output dan evaluasi.
Sudah saatnya para aktivis pergerakan mengubah
orientasi dengan menengedepankan
nuansa gerakan intelektual (intellectual movement) selain gerakan masa dalam
menuntaskan cita-cita yang diawali dengan ikrar sumpah pemuda. Secara
hakiki, gerakan mahasiswa adalah gerakan intelektual jauh dari kekerasan dan
daya juang radikalisme. Mengingat, gerakan ini bermuara dari kalangan akademis
kampus cenderung mengedapankan rasionalitas dalam menyikapi perbagai
permasalahan. Dalam pandangan penulis ada tiga hal yang harus diperhatikan bagi
aktifis-aktifis kampus.
Pertama, berasal atas kebiasaan diskusi. Gerakan mahasiswa harus memperbanyak ruang diskusi pra-pasca pergerakan. Diskusi akan membawa gerakan mahasiswa menjadi sebuah gerakan rasional dan terpercaya. Yang harus lebih dikaji adalah pada diskusi sebelum pergerakan sehingga elemen masyarakat secara umum akan lebih menghargai isu-isu yang diusung oleh gerakan mahasiswa yang rasional dan terpercaya. Seperti dalam setiap aksi yang dilakukan mahasiswa, aksi mahaiswa harus mengkaji lebih detil apa, mengapa, akibat dan latar belakang kebijakan pemerintah harus ditentang. Dari kajian-kajian dalam bentuk diskusi lepas dengan mengundang para pakar dibidang-bidang berkaitan dengan agenda aksi, akan mampu melahirkan gagasan-gagasan dan analisa cemerlang. Tak terkecuali mahasiswa keperawatan juga diharapkan lebih matang akan apa yang akan di usung dalam setiap aksi, seperti pada aksi dalam mengkawal penggolan RUU keperawatan misalnya, sehingga dalam pra aksi atau setelah pergerakan tidak ada dampak burk yang kembali ke mahasiswa itu sendiri. Sebagaimana kita ketahui zaman semakin maju sehingga dalam mengungkap sesuatu atau menghujam kritik harus berdasar, jelas, akurat dan terpercaya, tanpa itu sulit bagi gerakan mahasiswa dalam menyakinkan rakyat dalam menyalurkan aspirasi.
Kedua, berasal atas tradisi menulis. Aktivitas menulis merupakan salah satu gerbang menuju
tradisi intelektual bagi gerakan mahasiswa. Sejak dulu sampai kini, tokoh dan
intelektual bangsa Indonesia bernotabene mantan tokoh aktivis pemuda dan
mahasiswa, banyak melemparkan gagasan atau ide-ide cemerlang, kritikan tajam
dan membangun wacana dalam bentuk tulisan.
Hal ini bersinergi dengan
peran mahasiswa Indonesia, meminjam istilah Michael Fremerey (1976)
"Gerakan korektif", selain diorasikan melalui mimbar bebas dalam aksi
demonstrasi juga dapat diwujudkan bagi tokoh-tokoh pergerakan mahasiswa dalam
bentuk tulisan di Media Massa. Tradisi menulis ini hendaknya dapat menjadi revolusi
sendiri dalam dunia keperawatan, agar profesi ini tidak hanya dikenal menguasi
teori dan praktik pelayanan keperawatan namun juga bisa memberi gagasan-gagasan
atau ide-ide dalam bentuk wacana bagi kemajuan profesi ini misalnya menemukan
suatu inovasi baru dalam pemberian pelayanan keperawatan yang ideal bagi klien
yang tertuang dalam bentuk tulisan yang diterbitkan di berbagai media massa dan
jurnal kesehatan.
Ketiga, berasal atas tradisi membaca. Aktualisasi
isu sangat penting bagi gerakan mahasiswa dalam bergerak. Mulai sejak
masih menjadi mahasisiwa keperawatan, kita diwajibkan untuk mempertimbangkan
isu-isu besar dalam dunia keperawatan Begitu cepat pergeseran berita dan opini
publik, memaksa kita untuk senantiasa membaca kalau tidak akan tertinggal akan
isu-isu yang terupdate sehingga kembali kepada permasalahan tadi dalam setiap
aksi kita, kita mampu menjadi motor
penggerak pembaharu yang tetap peduli dan berpihak kepada masyarakat bawah
karena sampai kapan pun mahasiswa dengan semangat mudanya akan tetap memegang
peranan penting dalam mengontrol kebijakan-kebijakan publik agar tetap
memikirkan akar rumput dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Sama halnya
yang dilakukan oleh mahasisiwa lainnya dalam pergerakan untuk mewujudkan suatu
revolusi, mahasisiwa keperawatan juga mempunyai cara yang tak jauh berbeda.
Dengan terbentuknya ILMIKI (ikatan lembaga mahasisiwa keperawatan indonesia)
misalnya. Sudah menjadi salah satu bukti
nyata dalam pergerakan mahasiswa keperawatan untuk bersatu dalam suara
memperjuangkan kemajuan profesi perawat ini. Salah satu agenda yang baru-baru
ini dilaksanakan oleh ILMIKI pada sidang tahunan VI ILMIKI sekitar bulan April
yang lalu adalah pembahasan isu-isu nasional mengenai keperawatan. Melalui
agenda inilah mahasisiwa keperawatan membaca isu-isu terkini dalam dunia
keperawatan, mendiskusikan dan mencoba membuat langkah konkret penyelesaian
isu-isu tersebut serta menulis dan mempublikasikan isu-isu beserta
pembahasannya melalui media massa agar isu ini tidak hanya dipahami oleh mereka
yang hadir pada saat itu namun juga dipahami oleh seluruh mahasiswa keperawatan
seluruh indonesia untuk bersatu membentuk langkah konkret penyelesainnya serta
dipahami pula oleh masyarakat sebagai sesuatu yang wajib didukung demi kemajuan
profesi dan negeri ini.
Berikut adalah Hasil Kajian Sidang
Komisi A mengenai Isu-Isu
Strategis dalam dunia keperawatan pada sidang tahunan VI ILMIKI :
No.
|
Isu strategis
|
Analisis
|
solusi
|
1.
|
KESENJANGAN
SISTEM PENDIDIKAN KEPERAWATAN
|
ada dua kubu dalam
pembahasan isu ini, yaiu pro dan kontra
Pro: beberapa
pendapat menyebutkan bahwa SPK sebenarnya sah-sah saja, mengingat salah satu
tujuan didirikannya SPK ini adalah untuk mencerdaskan bangsa, walaupun tidak
dapat dipungkiri bahwa ada juga tujuan enterpreneur. Selain itu, lulusan SPK
cenderung sudah memiliki dasar mengenai keperawatan sehingga jika lulusan spk
itu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, maka lulusn yang
dihasilkan dapat lebih terampil. Namun yang perlu dikritisi disini adalah
etika lulusan SPK itu langsung terjun ke ranah kerja.
Kontra: sama seperti
lulusan SMK lainnya, lulusan SMK kesehatan memang dipersiapkan untuk langsung
bekerja mengingat ilmu-ilmu yang ditanamkan merupakan ilmu-ilmu aplikatif
yang dapat langsung di aplikasikan di ranah kerja sedangkan ilmu yang
ditanamkan masih sangat minim jika dibandingkan dengan tingkat pendidikan
diatasnya. Hal inilah yang terkesan mengurangi profesionalisme perawat dan
juga mengabu-abukan sistem pendidikan keperawatan dengan banyaknya jenjang
pendidikan keperawatan muali dari SPK sampai S3.
|
upaya
konsolidasi kepada pemerintah teritama dikti mengenai akreditasi sehingga
masyarakat bisa memilih lembaga pendidikan yang tepat dan berkualitas
Mengoptimalkan
institusi pendidikan ners dalam upaya penyetaraan sistem pendidikan SI
(AIPNI), D3 (AIPDIKI). Dengan adanya kesetaraan perawat dapat lebih maju.
Harus
ada batasan yang jelas antara tingkatan. Jurusan SMK keperawatan di RS tidak
boleh melakukan tindakan yang dilakukan oleh D3 atau S1. Harus ada kejelasan
pembagian tugas.
Lulusan
SPK tidak boleh langsung terjun ke ranah kerja
Konsolidasi
dengan DIKTI, KEMENKES untuk membatasi SPK dan ranah kerja dari masing masing
tingkatan.
Follow
up dari PPNI dan ILMIKI untuk mengkaji SPK itu sendiri.
|
2.
|
STANDARISASI
KURIKULUM KEPERAWATAN
|
Dengan tidak adanya
kurikulum yang jelas akan menyamarkan sistem pendidikan itu sendiri dan
timbulnya lulusan denga kompetensi
yang tidak jelas.
|
Harus
ada kurikulum yang jelas sehingga bisa menghasilkan lulusan yang kompeten.
Mendesak
AIPNI untuk segera membentuk kurikulum yang jelas.
Berkonsolidasi
dengan stake holder mengenai kurikulum di D3, atau S1.
Desak
kemenkes untuk membentuk Harus ada 1 lembaga yang mengurusi tentang kurikulum
seluruh tingkat pendidikan keperawatan
|
3.
|
Rumah
sakit pendidikan
|
untuk menghadapi
persaingan global, harus meningkatkan kompetensi salah satunya dengan adanya
rumah sakit pendidikan, namun kita seringkali dianggap remeh
Tidak semua daerah,
perawat yang praktek di RS pendidikan dipandang sebelah mata
RS daerah bisa
dijadikan RS pendidikan
untuk menghadapi
persaingan global, harus meningkatkan kompetensi salah satunya dengan adanya
rumah sakit pendidikan, namun kita seringkali dianggap remeh
Tidak semua daerah,
perawat yang praktek di RS pendidikan dipandang sebelah mata
RS daerah bisa
dijadikan RS pendidikan
|
1
institusi harus memiliki 1 rumah sakit institusi, jika ada institusi yang
tidak mampu membangun rs pendidikan, bisa dikolaborasikan antar instansi dan
maningkatkan sosialisasi tentang rs pendidikan.
Jika
instansi menggunakan rs daerah sebagai rs pendidikan,harus ada pengawasan
clinical instructornya harus lebih tinggi pendidikannya misalnya S2 atau S3.
|
4.
|
Sikap
mahasiswa menyangkut STR
|
masalah STR tidak
terlepas dari SMK dan D3.
Harus dikaji kembali
fungsi STR ini, apakah berlaku di Internasional atau hanya berlaku di
Indonesia mengingat perawat akan menghadapi pasar global
|
Dengan
banyaknya tingkatan ini harus dibagi tingkatan mana saja yang boleh diberikan
STR
Harus
dikaji kembali fungsi STR ini, agar nantinya tidak mubazir jika hanya berlaku
di Indonesia
Setuju
saja dengan pemingutan uang STR, namun harus ada transparansi dari
pengelolaan keuangan tersebut
|
5.
|
Aspek
legal pemberian akreditasi
|
Banyaknya institusi
keperawatan membuat banyak calon perawat yang salah masuk institusi yang
belum memiliki aspek legal sehingga timbul pengangguran.
Adanya upaya bisnis
dalam pendirian institusi pendidikan, sehingga akan timbul banyak
pengangguran, mengingat fasilitas yang diberikan tidak sesuai sehingga
lulusan yang dihasilkan juga tidak berkompeten
|
Akreditasi
dilakukan secara berkala dan kontinyu, sehingga penipuan saat akreditasi
dapat diminimalisasi. Pihak PPNI dilarang terlibat dalam pembangunan
institusi pendidikan
Konsolidasi
dengan DIKTI untuk mengkaji kembali pimpinan dari institusi harus dari bidang
keperawatan.
Konsolidasi
dengan PPNI, pendidikan,kemenkes dan DIKTI bagaimana menyikapi tentang
lulusan SMK, D3, S1 tentang batasan tugas dan sistem pendidikannya agar lebih
teratur, jangan hanya menyerahkan kepada pemerintah untuk mengkaji institusi
yang layak diakreditasi, kita juga mengkaji institusi masing masing.
Adakan
perubahan sistem pendidikan di Indonesia sesuai dengan sistem global,
meningkatkan profesionalisme perawat.
|
6.
|
Komersialisasi
pendidikan
|
Dengan
banyaknya institusi pendidikan ini membuat masyarakat bingung untuk memilih
institusi pendidikan yang berkualitas.
|
Bagi
ditjen pendpel, Buat 1 tim untuk mengawal bahwa tidak ada lagi institusi
keperawatan yang dibentuk kembali dan bagi institusi yang belum diakreditasi,
biarkan dia gugur
Pelibatan
mahasiswa dalam penyusunan anggaran dan kurikulum pendidikan keperawatan agar
mahasiswa tidak hanya mendesak ppni saja
|
7.
|
Ketidakjelasan
ranah kerja perawatn berdasarkan tingkatan
|
harus bisa di bedakan
kurikulum D3, S1, dan lain lain
Sudah jelas mengenai
ranah kerjanya antar tingkatan
|
Sahkan
RUU keperawatan karena didalamnya sudah diatur mengenai pengaturan kompetensi
antar tingkatan. Buat acara turun ke jalan serentak!!
Adakan
pertemuan antar tingkatan untuk memperjelas ranah kerja berdasarkan tingkatan
yang terdiri dari mahasiswa mulai dari SPK sampai S3, pihak rumah sakit.
Kumpulkan pihak dari institusi masing masing, buat diskusi kecil mengenai hal
tersebut.
|
8.
|
Persiapan dan sikan mahasiswa terkait
IPE dan HPEQ
|
program IPE sangat
diharapkan dapat meningkatkan kerjasama tim tenaga kesehatan. Tidak hanya
peningkatan knowledge, tapi juga skill
Tidak semua institusi
dapat menerapkan ini, hanya universitas saja
|
Mulai
memasivekan penerapan IPE di masing masing institusi. Pendekatan individual
dengan profesional lain. Sehingga nantinya bisa di lobby ke pihak atas
seperti rektor untuk menerbitkan SK misalnya.
Memanfaatkan
link daari organisasi terutama jaringan mahasiswa kesehatan sehingga instansi
yang tidak memiliki progra pendidikan kesehatan lain dapat berkolaborasi
dengan institusi lain
|
9.
|
IND
|
Lomba fotografi:
bisa dibuatkan email dari panitia atau phw untuk menampung hasil foto
peserta, PHN yang akan mengumpulkna dan ketika ada kegiatan yang
mengatasnamakan ILMIKI atau keperawatan, hasil foto tersebut akan dipamerkan.
Lomba bisa dilakukan per wilayah dengan difasilitasi dari organisasi
institusi masing-masing. Ini merupakan program nasional, namun diaplikasikan
di wilayah. Konsep, sistem penjurian, reward ditentukan oleh masing-masing
wilayah. Hasil foto akan dishare tidak hanya di Indonesia, tapi akan dishare
ke internasional melalui link-link yang sudah terbentuk. Hasil foto juga akan
dipublikasikan di setiap agenda ILMIKI. Untuk wilayah, sasarannya tidak hanya
perawat, tapi bisa melibatkan masyarakat. Wilayah bisa menyaring hasil foto
terbaik di wilayahnya untuk dikirim ke nasional, dan diusahakan untuk ada
reward untuk hasil foto terbaik di nasional.
Penelitian skala nasional:
hasil karya berupa artikel ilmiah dengan format PKM-GT. Semua berhak untuk
mengikuti acara ini, semua aggota baik mahasiswa, perawat, maupun masyarakat
dapat mengirimkan hasil karyanya,
Nama,
asal institusi, no hp, dan alamat email deadline JUMAT MINGGU DEPAN KE EMAIL: hellameldy@yahoo.com
|
|
10.
|
Peran
mahasiswa dalam penanganan penyakit tidak menular
|
mengacu pada 6 tugas pokok puskesmas,
salah satunya pemberantasan penyakit tidak menular
|
Melakukan
kunjungan puskesmas dan meminta data mengenai penyebaran PTM dan upaya yang
telah dilakukan untuk meminimalisasi penyebaran PTM di daerah tersebut dan
mahasiswa berperan sebagai alarm terhadap tugas puskesmas tersebut dan
kunjungan ini dilakukan secara berkala.
ILMIKI
dapat memiliki desa binaan sesuai dengan data peyebaran PTM yang didapatkan
dari puskesmas.
Bekerjasama
dengan dinkes untuk melakukan penyuluhan kesehatan ke masyarakat.
|
11.
|
Peran
mahasiswa dalam tobacco control di Indonesia
|
hal ni berhubungan dengan budaya
masyarakat Indonesia sendiri sehingga tidak perlu dikemukakan terlalu dalam
karena akan sangat sulit untuk merealisasikannya. Pemerintah terkesan
mendukung budaya merokok mengingat adanya ruangan khusus untuk merokok.
|
pencegahan
dengan sasaran kepada perokok dengan cara melakukan pendekatan yang dilakukan
melalui sugesti. Kerjasama dengan profesi dan institusi pendidikan (duta
rokok) sehingga bisa memasivekan gerakan antirokok. Pemanfaatan duta anti
rokok sebagai upaya preventif dan tujuan publikasi, dan bisa dilakukan dengan
pemasangan gambar-gambar. Menjalin link dengan pemerintah dan IOMS-IOMS
kesehatan lainnya dalam upaya sosialisasi.
|
12.
|
Sense of belong and enpowering by
human resource of ILMIKI
|
Slidaritas
dalam sebuah organisasi memang penting, namun tidak bisa din=bentuk dalam
waktu yang singkat
|
Anggap
organisasi itu adalah keluarga baru bagi kita, sehingga muncul rasa
keterbukaan.
Bagaimana
kita bisa memunculkan kebangaan kita terhadap ILMIKI misalnya ada mars
ILMIKI, identitas ILMIKI sehingga dapat memuncukan kesolidan di antara
anggota.
Kegiatan
konkret yang dapat dilakukan untuk tetap dapat menjalin komunikasi misalnya
kegiatan keolahragaan seperti Nursing Cup, dll. Di web atau blog tidak hanya
memuat kegiatan ilmiki, tapi juga mencantumkan jurnal-jurnal kegiatan yang
berhubungan degan pendidikan sehingga publikasi ilmiki dapat lebih massive.
Kegiatan perwilayah dapat lebih di update seperti misalnya kegiatan tensi
gratis di masing-masing wilayah yang diikuti oleh anggota ILMIKI di wilayah tersebut.
|
Hasil kajian isu-isu diatas adalah salah satu bukti nyata revolusi yang
dilakukan oleh mahasiswa keperawatan untuk kemajuan profesi dan negeri ini. Isu-isu di atas adalah beberapa
isu yang sedang berkembang dan telah dikaji pada sidang tahunan VI ILMIKI
sekitar bulan April 2012. Bukti lainnya dari Revolusi mahahsisiwa keperawatan
demi kemajuan profesi dan negeri juga terlihat dari partisipasinya dalam Penataan
Pendidikan (Education Governance) bersama-sama dengan profesi
kesehatan lainnya.
Melalui HPEQ Project, mahasisiwa profesi
kesehatan termasuk mahasisiwa keperawatan yang diwakilkan oleh ILMIKI
menghasilkan suatu deklarasi untuk mendukung
terselenggaranya Indonesian Health Professional Student Summit di bulan
November 2010 yang menghasilkan kesepakatan untuk mendukung keterlibatan
mahasisiwa dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan kualitas pendidikan
dan menekankan pentingnya pendekatan multidisiplin dalam advokasi mahasiswa
ilmu kesehatan Indonesia dalam bidang pendidikan ilmu kesehatan.
Berkaitan dengan hal tersebut, mahasisiwa
keperawatan bersama-sama dengan mahasisiwa ilmu kesehatan lainnya ikut
berpartisipasi dalam penataan pendidikan (education governance) yang ditujukan
demi tercapainya kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal untuk kemajuan
profesi dan negeri ini. Partisipasi
Mahasiswa dalam Penataan Pendidikan (Education
Governance)
meliputi hal-hal berikut ini :
Dalam laporan penelitiannya mengenai partisipasi
mahasiswa dalam pemerintahan pendidikan tinggi di Uni Eropa, Persson
menyebutkan bahwa mahasiswa memiliki hak untuk memengaruhi kebijakan yang
diambil mengenai pendidikan tinggi, karena mahasiswa merupakan grup terbesar
dalam pendidikan tinggi dan merupakan pemegang kepentingan yang terutama.
Responden yang terdiri dari berbagai golongan mendukung keterlibatan yang lebih
besar dari mahasiswa dalam pemerintahan pendidikan tinggi di Uni Eropa.5
Terdapat beberapa alasan yang mendasari pertimbangan tersebut.
·
II.1 Penjaminan Mutu
Cameron Harrison menyebutkan bahwa kurikulum yang
sukses dibangun atas perdebatan yang melibatkan sebanyak mungkin pemegang
kepentingan, meliputi pemerintah, pekerja bisnis, agamawan, pengajar, orang
tua, hingga pelajar. Hal serupa juga berlaku dalam proses penjaminan mutu, yang
terdiri dari komponen kurikulum, penilaian, akuntabilitas, pemberdayaan, dan
dukungan. Dalam proses tersebut, berbagai pemegang kepentingan perlu
dilibatkan, baik publik maupun swasta, baik internal maupun eksternal.6
Hal ini pun telah disadari
oleh pemerintah Indonesia, yang mengatur hak masyarakat dalam pemerintahan
pendidikan tinggi di dalam Sistem Pendidikan Nasional, yang menyebutkan bahwa
seluruh masyarakat
berhak berperan serta dalam proses
perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, hingga
evaluasi.7
Mahasiswa sebagai
anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses
pembelajaran, juga memiliki hak yang sama. Terlebih lagi, mahasiswa juga merupakan ‘klien’ dalam
sistem pendidikan, yang kepuasan, pendapat, dan idenya penting untuk
pengambilan kebijakan.8
Contoh paling sederhana dari
bentuk keterlibatan mahasiswa dalam penjaminan mutu adalah melalui proses
akreditasi. Dalam kebijakan yang dipublikasi oleh Liaison Committee for Medical
Education, mahasiswa bahkan didorong untuk membuat suatu laporan analisis
mandiri yang proses pembuatannya benar-benar terlepas dari intervensi institusi
pendidikan.9 Sedangkan, Robert F. Woollard mendukung keterlibatan
mahasiswa dalam pembuatan sistem dan kebijakan akreditasi, penyusunan standar,
dan proses evaluasi.10
·
Membangun Masyarakat yang Demokratis
Sejalan dengan misi yang diemban oleh Bologna Process
di Eropa, Anderson juga menekankan pentingnya keterlibatan mahasiswa dalam
pemerintahan pendidikan sebagai usaha membangun masyarakat yang demokratis.
Karena itu, partisipasi yang diharapkan bukanlah berbentuk komunikasi satu
arah, dukungan semata untuk kondisi yang sudah ada, penekanan bahwa mahasiswa
hanyalah konsumen, ataupun pengesahan bahwa pengajar adalah tenaga profesional
yang otonom. Partisipasi dalam konteks ini merupakan suatu bentuk kolusi, yaitu
penggabungan kekuatan berbagai pihak yang memiliki minat yang sama.11
·
Pemberdayaan Mahasiswa
Di tahun 1995, Tomlinson mengajukan suatu konsep
pendidikan yang dikenal dengan istilah diferensiasi. Dengan melemparkan pilihan
kepada pelajar, pengajar menyesuaikan instruksinya dengan kebutuhan pelajar.
Dalam proses ini, pelajar dapat mengenal dirinya sendiri, mengerti bagimana
seharusnya belajar, dan memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan.12
Bentuk pemberdayaan mahasiswa dengan konsep serupa akan
memberikan nilai-nilai positif. Mahasiswa akan belajar bagaimana mencapai suatu
konsensus, bagaimana berkompromi, mengerti bahwa keinginan mereka tidak
selamanya dapat terpenuhi, menyadari bahwa tidak semua hal dapat berada dalam
kendali mereka, dan membangun sikap positif untuk menghadapi situasi seperti
itu.13
·
Perubahan untuk Masa Depan yang Lebih Baik
Mahasiswa dianggap sebagai agen transformasi sosial
yang berkelanjutan, dan memiliki nilai yang besar dalam berbagai perspektif.
Woollard, dalam pembahasannya mengenai sistem akreditasi institusi pendidikan
ilmu kesehatan di Indonesia, menyebutkan, “The
students are the agent of change and they will have a great value in many
perspectives, so facilitating student involvement should be encouraged through student
session in every accreditation process.” Dengan melibatkan mahasiswa, diharapkan akan
terjaring masukan yang membangun demi perubahan ke arah yang lebih baik di masa
mendatang.
·
Kemitraan dengan Pemerintah
Di awal tahun 2011, World Bank melaporkan bahwa
seiring tumbuhnya kelas menengah di Indonesia, di masa depan akan terjadi
peningkatan tingkat konsumsi, kebutuhan terhadap pekerjaan yang lebih baik,
pelayanan kesehatan dan pendidikan yang berkualitas. Mahasiswa sebagai salah satu stakeholder
utama juga perlu menjadi bagian kemitraan dalam usaha pemerintah memenuhi
kebutuhan tersebut.
Akhirnya kemajuan zaman dan era teknologi informasi
menantang Mahasisiwa keperawatan bersama-sama dengan mahasisiwa ilmu kesehatan untuk
selalu berbenah, karena pekerjaan yang tiada hentinya adalah memperbaiki diri.
berbenah demi kemajuan di masa depan. Bukan hanya untuk kemajuan profesi ini
tapi juga kemajuan negeri ini yaitu dengan tercapainya suatu kualitas pelayanan
kesehatan yang ideal bagi seluruh masyarakat.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kemajuan profesi perawat dan negeri ini tidak akan bisa
dicapai tanpa kesadaran dan pergerakan oleh institusi dan para pendidik yang
bersangkutan. Peran mahahsisiwa keperawatan pun juga sangat dibutuhkan. Dengan
posisi, potensi dan kekuatan yang dimilikinya, mahasisiwa keperawatan mampu
menjadi tulang punggung dan motor penggerak untuk mewujudkan suatu revolusi
yang cerdas demi kemajuan profesi dan negeri ini. Peran mahasisiwa sebagai iron
shock, social control dan agen of change
serta pergerakan mahasiswa yang tertuang dalam tiga aktifitas seperti aktif membaca isu dan
berita terkini, membahas suatu isu
melalui diskusi dan mengutarakan ide dan gagasan dalam bentuk tulisan juga turut
mendukung revolusi tersebut, sehingga revolusi demi kemajuan profesi dan negeri
ini bukanlah hal yang sulit untuk diwujudkan.
3.2
Saran
Sudah saatnya profesi perawat berbenah. Sudah saatnya mahasiswa keperawatan bergerak.
Kemajuan profesi dan negeri ini tidak kan pernah tercapai jika masih saja kita
sebagai mahasiswa hanya mementingkan dan memikirkan diri sendiri. Sudah
seharusnya kita berbuat untuk negeri ini. Ini adalah tanggung jawab moral kita
bersama. Mahasisiwa keperawatan harus bersatu menyuarakan perubahan demi
kemajuan profesi dan negeri ini.
Refrensi
Rideout,
Elizabet.2001.transforming nursing
education through problem-based learning. Oleh Novieastari, Enie, dkk.pendidikan keperawatan berdasarkan problem
based learning.2001.Jakarta:EGC
Yudha Utama, Febri. 2009. pergerakan mahasiswa keperawatan.
(online), (http://ikhwan554.blogspot.com
/2010/03/pergerakan-mahasiswa-keperawatan.html. diakses 9 agustus 2012).
Sumber lain : file dari pendpel ILMIKI
EmoticonEmoticon