Triger Case : Penyakit Jantung Rematik (REUMATHIC HEART DESEASE) dan Asuhan Keperawatannya



TRIGGER CASE KARDIOVASKULER
Case 5 :
Seorang anak berusia 9 tahun  dibawa ibunya berobat ke puskesmas dengan keluhan sakit tenggorokan sejak 3 minggu yang lalu dan demam disertai sesak nafas. Sesak bertambah bila melakukan aktivitas. Anak F sering  demam dan mengeluh nyeri sendi berpindah-pindah. Pada  pengkajian didapatkan takipne, takikardi, suhu 39,5c, JVP 5+2 cm H2O, bising jantung grade 3. Pada ekstremitas terdapat nodul subkutan dan eritema marginatum. Dokter merujuk ke RSU. Kedua  orang tuanya gelisah menanyakan kondisi anaknya. Pasien  direncanakan pemeriksaan EKG, rontgen dan lab : leukosit, LED, CRP dan ASTO.

Pertanyaan:
1.     Apa yang terjadi pada pasien? Jelaskan secara konsep teoritis berdasarkan data yang ada!
2.     Pengkajian fisik dan pemeriksaan penunjang apa saja yang diperlukan? Mengapa perlu diperiksa?
3.     Bagaimana penatalaksanaan medis pada pasien tersebut?
4.     Bagaimana tindakan dan penatalaksanaan keperawatan pada pasien tersebut?
5.   Buatlah mapping masalah keperawatan berdasarkan data!
6.   Bagaimana rencanan asuhan keperawatan pada pasien tersebut?
7.     Bagaimana discharge planning pada pasien tersebut?

Analisa Case
Berdasarkan kasus di atas, Anak tersebut menderita PENYAKIT JANTUNG REMATIK (REUMATHIC HEART DESEASE)

1.     Apa yang terjadi pada pasien? Jelaskan secara konsep teoritis berdasarkan data yang ada!
Reumatoid heart disease (RHD) adalah suatu proses peradangan yang mengenai jaringan-jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan pembuluh darah oleh organisme streptococcus hemolitic-b grup A (Pusdiknakes, 1993).
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum.

A.   Etiologi
Penyebab secara pasti dari RHD belum diketahui, namun penyakit ini sangat berhubungan erat dengan infeksi saluran napas bagian atas yang disebabkan oleh streptococcus hemolitik-b grup A yang pengobatanya tidak tuntas atau bahkan tidak terobati. Pada penelitian menunjukan bahwa RHD terjadi akibat adanya reaksi imunologis antigen-antibody dari tubuh.Antibody yang melawan streptococcus bersifat sebagai antigen sehingga terjadi reaksi autoimun.
Terdapat faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada reaksi timbulnya RHD yaitu :
a.        Faktor-faktor pada individu
         Faktor Genetik
Meskipun pengetahuan tentang faktor genetik  pada RHD ini tidak lengkap namun pada umumnya ada pengaruh faktor keturunan pada proses terjadinya RHD, walaupun cara penurunanya belum dapat dipastikan.
         Jenis Kelamin
Dulu sering dinyatakan bahwa RHD lebih sering terjadi pada anak wanita daripada anak laki-laki.
         Golongan Etnik dan Ras
Data di Amerika menunjukan bahwa serangan awal maupun serangan ulangan lebih sering terjadi pada orang berkulit hitam dibandingkan orang berkulit putih
         Umur
RHD paling sering terjadi pada anak-anak berumur antara 6- 15 tahun ( usia sekolah ) dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasanya ditemukan pada anak sebelum berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun

b.       Faktor-faktor lingkungan
         Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Keadaan sosial ekonomi yang buruk adalah sanitasi lingkungan yang buruk, rumah dengan penghuni yang padat, rendahnya pendidikan sehingga pemahaman untuk segera mencari pengobatan anak yang menderita infeksi tenggorokan sangat kurang ditambah pendapatan yang rendah sehingga biaya perawatan kesehatan kurang
         Iklim dan geografis
RHD adalah penyakit kosmopolit. Penyakit ini terbanyak didapatkan pada daerah beriklim sedang,tetapi data akhir-akhir ini menunjukan bahwa daerah tropis pun mempunyai insiden yang tinggi. Didaerah yang letaknya tinggi, insiden RHD lebih tinggi daripada dataran rendah

         Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insiden infeksi saluran napas atas meningkat, sehingga mengakibatkan kejadian RHD juga dapat meningkat


B.   Patofisiologi
Hubungan yang pasti antara infeksi streptokokus dan demam rematik akut tidak diketahui. Cedera jantung bukan merupakan akibat langsung infeksi, seperti yang ditunjukkan oleh hasil kultur streptokokus yang negative pada bagian jantung yang terkena. Fakta berikut ini menunjukkan bahwa hubungan tersebut terjadi akibat hipersensitifitas imunologi yang belum terbukti terhadap antigen-antigen streptokokus :
1.    Demam rematik akut terjadi 2-3 minggu setelah faringitis streptokokus, sering setelah pasien sembuh dari faringitis.
2.    Kadar antibody anti streptokokus tinggi (antistreptolisin o, anti –DNase, anti hialoronidase ) terdapat pada pasien demam rematik akut.
3.    Pengobatan dini faringitis streptokokus dengan penisilin menurunkan resiko demam rematik akut.
4.    Immunoglobulin dan komplemen terdapat pada permukaan membrane sel-sel miokardium yang terkena.

Hipersensitifitas kemungkinan bersifat imunologik, tetapi mekanisme demam rematik akut masih belum diketahui. Adanya antibody-antibodi yang memiliki aktifitas terhadap antigen streptokokus dan sel-sel miokardium menunjukkan kemungkinan adanya hipersensitifitas tipe II yang diperantarai oleh antibody reaksi silang. Adanya antibody-antibodi tersebut di dalam serum beberapa pasien yang kompleks imunnya terbentuk untuk melawan antigen-antigen streptokokus menunjukkan hipersensitifitas tipe III. Pathway terlampir.

Untuk menegakkan diagnosis RHD dengan melihat tanda dan gejala maka digunakan kriteria Jones yang terdiri dari kriteria mayor dan kriteria minor.
a.       Kriteria Mayor
1.      Carditis
Yaitu terjadi peradangan pada jantung ( miokarditis dan atau endokarditis ) yang menyebabkan terjadinya gangguan pada katup mitral dan aorta dengan manifestasi terjadi penurunan curah jantung ( seperti hipotensi, pucat, sianosis, berdebar-debar dan heart rate meningkat ), bunyi jantung melemah, dan terdengar suara bising katup pada auskultasi akibat stenosis dari katup terutama mitral ( bising sistolik ), Friction rub.
2.       Polyarthritis
Klien yang menderita RHD biasanya datang dengan keluhan nyeri pada sendi yang berpindah-pindah, radang sendi-sendi besar, lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan, siku ( polyarthritis migrans ), gangguan fungsi sendi.
3.      Khorea Syndenham
Merupakan gerakan yang tidak disengaja / gerakan abnormal , bilateral,tanpa tujuan dan involunter, serta sering kali disertai dengan kelemahan otot ,sebagai manifestasi peradangan pada sistem saraf pusat.
4.      Eritema Marginatum
Eritema marginatum merupakan manifestasi RHD pada kulit, berupa bercak-bercak merah dengan bagian tengah berwarna pucat sedangkan tepinya berbatas tegas , berbentuk bulat dan bergelombang tanpa indurasi dan tidak gatal. Biasanya terjadi pada batang tubuh dan telapak tangan.
5.      Nodul Subcutan
Nodul subcutan ini terlihat sebagai tonjolan-tonjolan keras dibawah kulit tanpa adanya perubahan warna atau rasa nyeri. Biasanya timbul pada minggu pertama serangan dan menghilang setelah 1-2 minggu. Ini jarang ditemukan pada orang dewasa.Nodul ini terutama muncul pada permukaan ekstensor sendi terutama siku,ruas jari,lutut,persendian kaki. Nodul ini lunak dan bergerak bebas.

b.      Kriteria Minor
1.      Memang mempunyai riwayat RHD
2.      Artralgia  atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi, klien kadang-kadang sulit menggerakkan tungkainya
3.      Demam namun tidak lebih dari 39 derajat celcius dan pola tidak tentu
4.      Leukositosis
5.      Peningkatan laju endap darah ( LED )
6.      C- reaktif Protein ( CRP ) positif
7.       P-R interval memanjang
8.      Peningkatan pulse/denyut jantung saat tidur ( sleeping pulse )
9.      Peningkatan Anti Streptolisin O ( ASTO )

Selain kriteria mayor dan minor tersebut, terjadi juga gejala-gejala  umum seperti, akral dingin, lesu, terlihat pucat dan anemia akibat gangguan eritropoesis.gejala lain yang dapat muncul juga  gangguan pada GI tract dengan manifestasi peningkatan HCL dengan gejala mual dan anoreksia.
Diagnosis RHD ditegakkan apabila ada dua kriteria mayor dan satu kriteria minor, atau dua kriteria minor dan satu kriteria mayor.
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik / penyakit jantung reumatik dapat dibagi dalam 4 stadium :

Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A. Keluhan : Demam, Batuk, Rasa sakit waktu menelan, Muntah, Diare, Peradangan pada tonsil yang disertai eksudat.

Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1 - 3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.

Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan menifesrasi spesifik demam reumatik /penyakit jantung reumatik.
Gejala peradangan umum : Demam yang tinggi, lesu, Anoreksia, Lekas tersinggung, Berat badan menurun, Kelihatan pucat, Epistaksis, Athralgia, Rasa sakit disekitar sendi, Sakit perut


Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa.
Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pasa fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.

 2. Pengkajian fisik dan pemeriksaan penunjang apa saja yang diperlukan? Mengapa perlu diperiksa?

a)    Keluhan utama
b)    Riwayat Penyakit : Riwayat penyakit saat ini
                                      Riwayat penyakt terdahulu
                                      Riwayat Keluarga
                                      Riwayat pekerjaaan dan pola hidup
c)    Pemeriksaan fisik
  Inspeksi
-  Pharynx heperemis
-  Kelenjar getah bening membesar
-  Pembengkakan sendi
-  Tonjolan di bawah kulit daerah kapsul sendi
-  Ada gerakan yang tidak terkoordinasi
  Palpasi
-  Nyeri tekan persendian
-   Tonjolan keras tidak terasa nyeri dan mudah digerakkan
  Auskultasi
-  Murmur sistolik injection dan friction rub

d)      Pemeriksaan Penunjang
  ECG                    : Perpanjangan interval P-R
  Radiologi            :
-  Thorax Foto  : cardiomegali
-  Foto sendi     : tidak spesifik
  Laboratorium 
-  Hemoglobin              : Kurang dari normal
-  LED                          : Meningkat
-   C-Rp                                    : Positif
-   ASO                         : Positif
-  Swab tenggorokan    : Streptococcus positif

3. Penatalaksanaan medis pada pasien tersebut :
Karena penyakit jantung rematik berhubungan erat dengan radang Streptococcus betahemolyticus grup A, maka pemberantasan dan pencegahan ditujukan pada radang tersebut. Ini dapat berupa :
a)      Eradikasi kuman Streptococcus beta-hemolyticus grup A
Pengobatan adekuat harus dimulai secepatnya pada DR dan dilanjutkan dengan pencegahan. Erythromycin diberikan kepada mereka yang alergi terhadap penicillin.
b)      Obat anti rematik
Baik cortocisteroid maupun salisilat diketahui sebagai obat yang berguna untuk mengurangi/menghilangkan gejala-gejala radang akut pada DR.
c)      Diet
Makanan yang cukup kalori, protein dan vitamin.
d)     Istirahat
Istirahat dianjurkan sampai tanda-tanda inflamasi hilang dan bentuk jantung mengecil pada kasus-kasus kardiomegali. Biasanya 7-14 hari pada kasus Demam Reumatik minus carditis. Pada kasus plus carditis, lama istirahat rata-rata 3 minggu – 3 bulan tergantung pada berat ringannya kelainan yang ada serta kemajuan perjalanan penyakit.
Kelompok
Klinis
Tirah baring
( minggu )
Mobilisasi bertahap
( minggu)
- Karditis (  -  )
- Artritis    ( + )

2

2
- Karditis     ( + )
- Kardiomegali (-)

4

4
-   Karditis (  +  )
-   Kardiomegali(+)

6

6
-   karditis ( +  )
-   Gagal jantung (+ )

> 6

> 12

e)      Obat-obat Lain
Diberikan sesuai dengan kebutuhan. Pada kasus dengan dekompensasi kordis diberikan digitalis, diuretika dan sedative. Bila ada chorea diberikan largactil dan lain-lain.
4. Bagaimana tindakan dan penatalaksanaan keperawatan pada pasien tersebut?
Jawab            :
a.    Batasi aktivitas pasien untuk mengurangi beban kerja jantung.
b.    Pemberian oksigen berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
c.    Kompres pasien berhubungan dengan suhu tubuh yang meningkat dikarenakan inflamasi oleh Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A.
d.    Menjaga kelembaban kulit pasien berhubungan dengan resiko kerusakan integritas kulit.
e.    Beri pasien  makanan yang cukup kalori, protein dan vitamin.
f.     Menurunkan ansietas berhubungan dengan ketakutan pasien terhadap penyakit.
g.    Penurunan nyeri berhubungan dengan peradangan oleh penyakit.
h.    Pantau tekanan darah pasien secara terus menerus.

5. Mapping masalah keperawatan berdasarkan data:

6. Rencanan asuhan keperawatan pada pasien tersebut:
a.      Analisa Data
No
Symptom
Problem
Etiologi
1
DS :
DO :
-  takikardia
-   Takipnea
-  bising jantung grade 3
-   Lab : Peningkatan Sel Retikuloendotelial, sel plasma dan limfosit (leukositosis), Peningkatan laju endap darah ( LED ), C- reaktif Protein ( CRP ) positif,
-   EKG: P-R interval memanjang
Penurunan curah jantung
gangguan pada penutupan pada katup mitral (stenosis katup)
2.
DS: 
-   Klien mengeluh sesak nafas
-   Klien mengeluh nyeri
DO:
-   JVP (Jugular Venous Pressure) 5+2 cm H2O
-   Takipnea
-   Eritema Marginatum
Perfusi jaringan perifer tidak efektif
Penurunan metabolisme terutama perifer akibat vasokonstriksi pembuluh darah
3
DS: Klien mengeluh nyeri sendi berpindah-pindah
DO:
-   Polyarthritis (Nyeri sendi berpindah-pindah)
-   Takipnea
-   Takikardi
Nyeri akut
Peradangan pada membran sinovial
4
DS: Klien mengeluh nyeri sendi berpindah-pindah
DO:
-   Suhu 39◦c
-   Polyarthritis (Nyeri sendi berpindah-pindah)
-   Takikardi
-   Lab : Peningkatan Sel Retikuloendotelial, sel plasma dan limfosit (leukositosis), Peningkatan laju endap darah ( LED ), C- reaktif Protein ( CRP ) positif,
-   EKG: P-R interval memanjang
Hipertermia
Peradangan pada membran sinovial dan peradangan katup jantung
5
DS: Klien mengeluh nyeri sendi berpindah-pindah
DO:
-   Polytarthritis (Nyeri sendi berpindah-pindah)
Syndrome kurang perawatan diri
Gangguan muskuloskeletal
6
DS:
DO:
-   Eritema Marginatum
-   Nodul Subcutan
Kerusakan integritas kulit
Peradangan pada kulit dan jaringan subcutan
7
DS : Klien mengeluh sesak nafas
DO :
-    Sesak nafas bertambah bila melakukan aktivitas
-    Takipnea
-    Takikardi
Resiko kerusakan pertukaran gas
penumpukan darah diparu akibat pengisian atrium yang meningkat

1.  Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul
1.      Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan pada katup mitral (stenosis katup)
2.      Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan metabolisme terutama perifer akibat vasokonstriksi pembuluh darah
3.     Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada membran sinovial
4.     Hipertermia berhubungan dengan Peradangan pada membran sinovial dan peradangan katup jantung
5.    Syndrome kurang perawatan diri berhubungan Gangguan muskuloskeletal ; Poltarthritis/arthalgia dan therapi bed rest .
6.     Kerusakan integritas kulit behubungan dengan peradangan pada kulit dan jaringan subcutan.
7.     Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan darah diparu akibat pengisian atrium yang meningkat

2. Rencana Tindakan Keperawatan
1.     Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan katup mitral ( stenosis katup )
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan,penurunan curah jantung dapat  diminimalkan.
Kriteria hasil:
Menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung (mis : parameter hemodinamik dalam batas normal, haluaran urine adekuat). Melaporkan penurunan episode dispnea,angina. Ikut serta dalam akyivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi dan rasional:
Intervensi
Rasional
1.  Kaji frekuensi nadi, RR, TD secara teratur setiap 4 jam


2.  Kaji perubahan warna kulit terhadap sianosis dan pucat.



3.  Batasi aktifitas secara adekuat.



4.  Berikan kondisi psikologis lingkungan yang tenang.

5.  Kolaborasi untuk pemberian oksigen
6.  Kolaborasi untuk pemberian digitalis
1.      Memonitor adanya perubahan sirkulasi jantung sedini mungkin dan terjadinya takikardia-disritmia sebagai kompensasi meningkatkan curah jantung
2.      Pucat menunjukkan adanya penurunan perfusi perifer terhadap tidak adekuatnya curah jantung. Sianosis terjadi sebagai akibat adanya obstruksi aliran darah pada ventrikel.
3.      Istirahat memadai diperlukan untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan komsumsi O2 dan kerja berlebihan.
4.      Stres emosi menghasilkan vasokontriksi yang meningkatkan TD dan meningkatkan kerja jantung.
5.      Meningkatkan sediaan oksigen untuk fungsi miokard dan mencegah hipoksia.
6.      Diberikan untuk meningkatkan kontraktilitas miokard dan menurunkan beban kerja jantung.

2.     Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan perubahan metabolisme terutama perifer akibat vasokonstriksi pembuluh darah
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan , perfusi jaringan perifer efektif
Kriteria hasil :
Klien tidak pucat, Tidak ada sianosis, Tidak ada edema
Intervensi dan rasional :
Intervensi
Rasional
1.      Selidiki perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinyu, contoh: cemas, bingung, letargi, pingsan.


2.      Lihat pucat, sianosis, belang, kulit dingin atau lembab. Catat kekuatan nadi perifer.

3.      Kaji tanda edema.
4.      Pantau pernapasan, catat kerja pernapasan.



5.      Pantau data laboratorium, contoh: GDA, BUN, creatinin, dan elektrolit.
1.      Perfusi serebral secara langsung sehubungan dengan curah jantung dan juga dipengaruhi oleh elektrolit atau variasi asam basa, hipoksia, atau emboli sistemik.
2.      Vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
3.      Indikator trombosis vena dalam.
4.      Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distress pernapasan. Namun dispnea tiba-tiba atau berlanjut menunjukkkan komplikasi tromboemboli paru.
5.      Indikator  perfusi atau fungsi organ

3.     Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada membran sinovial
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah nyeri teratasi.
Kriteria hasil :
Skala nyeri 0-1, tanda-tanda vital dalam batas normal, klien tidak mengeluh nyeri, tidak ada nyeri tekan dan klien tidak membatasi gerakanya.Klien tampak rileks











Intervensi dan rasional:
Intervensi
Rasional
1.      Kaji keluhan nyeri. Perhatikan intensitas ( skala 1-10 )
2.      Pantau tanda-tanda vital (TD, Nadi, RR , suhu)

3.      Pertahankan posisi daerah sendi yang nyeri dan beri posisi yang nyaman
4.      Kompres dengan air hangat jika diindikasikan
5.      Ajarkan teknik relaksasi progresif ( napas dalam, Guid imageri,visualisasi )

6.      Kolaborasi untuk pemberian analgetik
1.      Memberikan informasi sebagai dasar dan pengawasan intervensi
2.      Mengetahui keadaan umum dan memberikan informasi sebagai dasar dan pengawasan intervensi
3.      Menurunkan spasme/ tegangan sendi dan jaringan sekitar
4.      Menghambat kerja reseptor nyeri

5.      Membantu menurunkan spasme sendi-sendi, meningkatkan rasa kontrol dan mampu mengalihkan nyeri.
6.      Menghilangkan nyeri

4.     Hipertermia berhubungan dengan Peradangan pada membran sinovial dan peradangan katup jantung.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah hiperteemia teratasi
Kriteria hasil :
Suhu normal ( 26-37 derajat celcius ), nadi normal,leukosit normal (4.300-11.400 per mm³ darah), tidak ditemukan steptococcus hemolitikus b grup A pada hapusan tenggorokan.



Intervensi dan rasional :
Intervensi
Rasional
1.      Kaji suhu tubuh klien dan ukur tanda-tanda vital lain seperti nadi, TD dan respirasi
2.      Berikan klien kompres hangat pada lipatan tubuh dan terdapat banyak pembuluh darah besar seperti aksilla, perut )
3.      Anjurkan klien untuk minum 2 liter/hari jika memungkinkan

4.      Anjurkan klien untuk tirah baring      ( bed rest )

5.      Kolaborasi untuk pemberian antipiretik dan antiradang seperti salisilat/ prednison serta pemberian Benzatin penicillin
1.      Mengetahui data dasar terhadap perencanaan tindakan yang tepat

2.      Membantu meberikan evek vasodilatasi pembuluh darah sehungga pengeluaran panas terjadi  secara evaporasi
3.      Peningkatan suhu juga dapat meyebabkan kehilangan cairan akibat evaporasi
4.      Mencegah terjadinya peningkatan reaksi peradangan dan hipermetabolisme.
5.      Mengurangi proses peradangan sehingga peningkatan suhu tidak terjadi serta streptococus hemolitikus b grup A akan mampu dimatikan

5.     Syndrome kurang perawatan diri berhubungan Gangguan muskuloskeletal ; Polyarthritis / Arthralgia dan therapi bed rest.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah pemenuhan ADL klien teratasi.
Kriteria hasil :
Klien mengatakan perawatan diri / ADL terpenuhi, Klien dapat melakukan perawatan diri dalam batas toleransi
Intervensi dan Rasional :
Intervensi
Rasional
1.      Bantu pemenuhan ADL klien


2.      Libatkan keluarga untuk membantu  memenuhi kebutuhan klien

3.      Beri penjelasan kepada klien bahwa klien harus tirah baring sesuai dengan waktu yang diindikasikan

1.      Memenuhi kebutuhan klien sehingga klien tetap bed rest dan tenang
2.      Kebutuhan klien akan lebih terpenuhi sehingga klien merasa tetap diperhatikan
3.      Mencegah adanya komplikasi peradangan sampai ketingkat gagal jantung.

6.     Kerusakan integritas kulit behubungan dengan peradangan pada kulit dan jaringan subcutan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan,kerusakan integritas kulit teratasi.
Kriteria hasil :
Eritema hilang pada tangan dan tubuh klien, mempertahanakan integritas kulit. Mendemonstrasikan perilaku / teknik mencegah kerusakan kulit






Intervensi dan Rasional :
Intervensi
Rasional
1.      Kaji tingkat kerusakan kulit

2.      Berikan perawatan kulit sering, minimalkan dengan kelembaban/ ekskresi
3.      Ubah posisi sering di tempat tidur / kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif
4.      Berikan bantalan yang lembut pada badan
5.      Kolaborasi untik pemberian obat antiradang ( prednison )
1.      Memberikan pedoman untuk memberikan intervensi yang tepat
2.      Terlalu kering adan lembab merusak kulit dan mempercepat kerusakan.

3.      Memperbaiki sirkulasi/ menurunkan waktu satu area yang mengganggu aliran darah
4.      Mencegah penekanan pada eritema sehingga tidak meluas
5.      Mengurangi reaksi peradangan sehingga eritema hilang.



7. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan darah di paru-paru akibat pengisian atrium yang meningkat
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah resiko kerusakan pertukaran gas tidak terjadi
Kriteria hasil :
Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh GDA/ oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan. Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi




Intervensi dan rasional:
Intervensi
Rasional
1.      auskultasi bunyi nafas, catat krekels, mengii.


2.      Anjurkan pasien batuk efektif, nafas dalam.
3.      Pertahankan posisi semifowler, sokong tangan dengan bantal Jika memungkinkan

4.      Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan sesuai indikasi.


5.      Kolaborasi untuk pemeriksaan AGD
6.      Kolaborasi untuk pemberian obat diuretik.
7.      Kolaborasi untuk pemberian obat bronkodilator
1.      Menyatakan adanay kongesti paru/pengumpulan sekret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
2.      Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
3.      Menurunkan komsumsi oksigen/kebutuhan dan meningkatkan ekspansi paru maksimal.
4.      Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat memperbaiki/menurunkan hipoksemia jaringan.
5.      Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru
6.      Menurunkan kongesti alveolar, meningkatkan pertukaran gas.
7.      Meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasibjalan nafas kecil dan mengeluarkan efek diuretic ringan untuk menurunkan kongesti paru





7.  Discharge planning pada pasien tersebut:
a.     Jelaskan penyebab,tanda, gejala,perjalanan penyakit dan prognosis Penyakit Jantung Rematik
b.      Jelaskan Tindakan Farmakologi yang dilakukan. Jelaskan  tentang kegunaan obat-obatan yg digunakan,serta berikan jadwal pemberian obat
c.      Diskusikan pentingnya pencegahan
d.      Bantu pasien mengidentifikasi kebutuhan fisiologis
e.      Anjurkan untuk kontrol secara teratur walaupun tanpa gejala








           

                                                                                                                                                                                  




DAFTAR PUSTAKA

Ariesti,Agung.2011.Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Reumatoid Heart Disease (RHD). (google scholar, diakses tanggal 5 Desember 2012
Doengoes,Marilynn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.Jakarta: EGC
Noviyanto,Dwi.2011.Askep Penyakit Jantung rematik.( http://blogedwinoviyanto.blogspot.com/ ,diakses tanggal 5 Desember 2012)
Nurjannah,I.(2012) (3rd Ed). ISDA Intan’s Screening Diagnoses Assesment.Yogyakarta: Mocomedia
Santoso,Budi.2005.Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA.Jakarta: Erlangga
Wilkinson,Judith M.2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC.Jakarta: EGC


1 komentar:

terimakasih banyak untuk informasinya... sangat membantu,


EmoticonEmoticon