#1 LOVE IN AUSSIE~Prolog



POV ZAIN
Aku malas pulang ke tanah air ya karena ini. apalagi kalau bukan karena kehebohan Bunda kalau tahu aku—anak bungsunya akan pulang. Maka sudah sejak dua bulan rencana kepulanganku ini sama sekali tidak diketahui oleh seluruh keluarga.

Walaupun menempuh perjalanan sekitar 8 jam dari Sidney-Jakarta, lalu Jakarta-Palembang aku tetap tak merasa lelah karena tahu bahwa Bunda gak bakal  sempet nyiapin perayaan yang macam macam seperti dua tahun yang lalu.

Jarum jam di tanganku tepat menunjukkan pukul 10.05 WIB.

“Assalamualaikum..” ucapku lembut, Tiba-tiba saja aku sudah berada depan pintu rumahku yang memang selalu terbuka seperti biasanya.



Kulihat Ayuk Raya—kakak iparku sejak 3 tahun yang lalu, terkejut melihat kehadiranku yang tiba tiba.

"Zaiin.." teriak bunda dari balik ruang keluarga ketika mendengar Ayuk Raya menyebut namaku..
segera bunda menghampiri dan memelukku erat. ku salami tangan ayah dan bunda dengan Khidmad. salam yang sudah 2 tahun ini ku lewatkan...

"kok pulang gak bilang bilang sih.. dadakan gini.." ucap Bunda dengan sangat antusias

"baik, alhamdulillah Bundaa.." jawabku singkat, pertanyaan bunda yang kedua hanya kujawab dalam hati "sengaja Bun." .sambil menyunggingkan senyum termanisku tentunya..

setelah beramah tamah sebentar untuk melepas kerinduan dengan keluarga tercintaku, barulah aku undur diri untuk mengistirahatkan ototku yang sedikit kaku akibat menempuh perjalanan  yang lumayan panjang..

"Bunda, Ayah, yuk Raya,  Zain ke atas dulu ya, masih cape'.." pamitku halus

"ya udah deh, istirahat sana. kamar kamu tetep Bunda bersihin kok setiap hari.." ucap bunda seolah mengerti bahwa putranya ini lelah.

baru beberapa langkah aku menaiki anak tangga, kudengar bunda bergumam

"wah, berarti sekarang kita harus siap siap buat ngadain syukuran kepulangan Zain, malam ini juga nih... Bunda uda gak sabar buat nelponin semua kerabat, Yah..." ucap bunda bersemangat

"untung baru jam 10 an ya.. berarti masih sempet buat siap siap dong.." 

GUBBBRAKKK..

"untung buat Bunda, Musibah buat aku.." rutukku dalam hati

See!! ternyata Aku salah total.

"harusnya aku tahu, pasti ini akan tetap terjadi"

OH Bundaku..
___________

Menjelang sore, saat aku baru saja bangun dari tidur siangku dan membuka pintu kamar yang ada di lantai dua, telingaku menangkap suara riuh yang ramai sekali dari lantai satu. benar saja, di anak tangga terakhir aku uda ngeliat Tante-Tante dan Oomku serta para sepupu dan keponakanku sudah beralalu lalang di semua sudut rumah. sungguh Keramaiian  ini membuatku pusing. Pusing karena akulah alasan mereka datang ke sini. Huh!!

Perayaannya nanti malam. Kata Bunda sih Cuma ngundang kerabat dekat ama tetangga sekitar kompleks aja. Tapi kok rame banget ya? umpatku dalam hati

Aku udah menolak mati matian ide Bunda yang mau ngerayaan kepulanganku saat pertama kali aku menginjakkan kaki di rumah ini. Masih ku ingat ekpresi kecewa Bunda tadi pagi.

“iih Bunda, kayak Zain habis pulang dari haji aja, pake diraya rayain segala..” tolakku halus, gak tega liat Bunda yang kelewat semangat

“yeayy, ini mah lebih hebat dari pulang haji Zain, haji aja gak sampe sebulan perginya, pas pulang di rayaiin, apa lagi kamu yang uda dua tahun gak balik. Harusnya perayaannya lebih besar kan..” ucap Bunda sambil menekankan kata dua tahun itu

“ehmm, sekalian juga mau promoin anak bujang limited edition Bunda. Yang uda siap di lepas ke pasar. Siapa tahu ada calon mertua yang kecantol ama pesonamu..” kikik Bunda geli..

Aku malah geleng geleng kepala denger ucapan Bunda barusan. Yang benar saja ‘dilepas ke pasar’? dikira aku kucing kali.. gumamku dalam hati..

Tersadar dari ingatanku beberapa jam lalu, tiba-tiba Rasa haus menuntunku untuk mengambil beberapa sirup atau jus buah segar dalam kulkas. Tanpa memperhatikan sekeliling aku berjalan menuju dapur yang tak teralau ramai. Hanya ada beberapa keluarga di sekitar open pemanggang kue yang aku kenali sebagi Tante dan kakak iparku, serta Bunda dan Tante Ratna di seberang meja pantry.

Lamat lamat, Tak sengaja ku dengar pembicaraan Bunda dan Tante Ratna.

“iya nis, Mira ngerengek-rengek supaya diizinin kuliah di Aussie…” ucap Tante Ratna—tetangga kami , disela-sela kegiatan mengiris semangka.

“jadi gimana? Kamu izinin?”

“di tempat yang jauh, di negara asing sendirian. Gak mungkin lah Nis. Mira anak gadis kami satu satunya. Dia mau nangis-nangis darah juga gak bakal kami izinin, kecuali..”

“Kecuali apa Rat?” Tanya Bunda penasaran.

“kecuali Mira ada yang ngejagain, yang nemenin disana. Orang yang pastinya kami percaya. Misalnya..” lagi lagi suara Tante Ratna terpotong karena ketidaksabaran Bunda

“misalnya siapa nis” 

“misalnya seorang suami…”

“maksudmu Mira mau dinikahkan?” tanya Bunda terkejut


“siapalagi coba yang bisa kita percaya buat jagain anak gadis kita kecuali suaminya sendiri.seorang yang sudah sah, halal dan pastinya sudah muhrim. Baru deh kami bisa tenang disini..” ucap Tante Ratna mantap

Ku lihat Bunda hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.

Aku masih begitu serius menyimak pembicaraan Bunda dengan Tante Ratna saat tiba tiba aja pikiranku menerawang

“ke Aussie, Mira maksudnya?” tanyaku dalam hati.

“Aku  kan ada di Aussie, apa mungkin aku bisa..” pikiranku terhenti saat kudengar Tante Ratna mohon diri  untuk kembali ke rumahnya sebentar.

“sekarang atau tidak akan pernah ada..” tekadku dalam hati

Selepas kepergian Tante Ratna, aku meminta Bunda untuk bicara di lantai atas sembari menanyakan di mana Ayah.  Yaah, aku ingin bicara serius dengan kedua orang tuaku.

Kini aku sudah berhadapan dengan Ayah dan Bunda. Ekspresi keduanya masih bingung. Ketika aku meminta untuk bicara enam mata dengan mereka.

Aku mulai berbicara dengan tampang serius.

“Ayah Bunda, tolong lamarkan dia untukku..” ucapku terbata-bata

Ayah dan Bunda malah tertawa mendengar kata-kata yang setengah mati coba aku ucapkan itu..

“wah wah, Ayah kira kamu mau bicara apa Zain..” Ayah geleng geleng kepala

“Serius banget sih mukanya..” ucap Bunda menimpali

“siapa? Siapa wanita yang telah menahlukkan hati anak kesayangan Bunda ini?” tanya Bunda serius..

Ahh yaa, rupanya aku belum menyebutkan namanya 

“tunggu, bukan bule di Aussie kan?” tanya Papa memastikan

Aku menggelengkan kepala..

“Qamira, anaknya Tante Ratna dan om Erwin..”

Serentak Papa dan Mama bergumam “Qamira tetangga kita?”

Aku mengangguk mantap.

____________________

NEXT : #2 DEWA PENYELAMAT


EmoticonEmoticon